Di luar kedua macam logika tersebut, ada logika lain yang biasa dipakai juga dalam riset, dan logika lain yang dimaksud, biasanya, dinamai logika atau cara berpikir yang dialektik, yakni prosedur berpikir yang di samping mengandung deduktif juga menyertakan induktif, secara berganti-ganti atau bolak-balik dalam satu paket penelitian. Istilah lainnya, misalnya, pakai cara berpikir yang disebut “lingkaran hermeneutic”, yakni rute berpikir yang melingkar-lingkar di antara data dan teori-teori dan konsep-konsep, kadang tampak deduktif, kadang di putaran lain tampak induktif, kadang analogis (=memahami sesuatu dengan memakai analogi). Penelitian dengan logika semacam ini dijumpai dalam penelitian-penelitian kualitatif (dalam arti kualitatif sesungguhnya). Oleh karenanya dalam penelitian macam ini, teori yang disertakan lebih dari satu teori, atau berlapis-lapis, demi optimalisasi pemahaman hasil penelitian.
Contoh riset audiens yang mengandung uji teori, misalnya mempermasalahkan pengaruh terpaan televisi terhadap waktu belajar anak-anak. Maka teorinya dalam penelitian ini dibahas dalam “kerangka teoretis” (theoretical framework), yang berisi pokok-pokok bahasan, misalnya, berturut-turut:
(1) anak-anak dan waktu belajar,
(2) faktor-faktor yang mempengaruhi waktu belajar anak-anak,
(3) terpaan televisi di kalangan anak-anak, dan
(4) pengaruh terpaan televisi terhadap waktu belajar anak-anak.
Pendefinisian “anak-anak” dan “waktu belajar” ada di nomor (1), nomor (2) mengidentifikasi atau mengeksplorasi faktor-faktor yang secara teoretis dianggap berpengaruh terhadap waktu belajar anak-anak, termasuk di dalamnya adalah media massa atau televisi, dan pendefinisian terpaan televisi ada di nomor (3). Dalam kerangka teoretis dalam contoh ini, terdapat 2 variabel yakni derajat terpaan televisi (variable X) dan jumlah waktu belajar (variable Y).
Kalau contoh di atas memposisikan teori untuk diuji kebenarannya secara empiris, maka dalam contoh berikut, adalah dalam penelitian kualitatif, yang memposisikan teori sebagai “partner diskusi” dalam memahami atau memaknai data.
Kalau contoh di atas memposisikan teori untuk diuji kebenarannya secara empiris, maka dalam contoh berikut, adalah dalam penelitian kualitatif, yang memposisikan teori sebagai “partner diskusi” dalam memahami atau memaknai data.
Ada saat di mana teori dipakai sebagai titik-tolak untuk menentukan data (deduktif), di saat lain data dipakai untuk merumuskan konsep (induktif), ada pula saat peneliti memperoleh pengukuhan makna data dari suatu teori, atau memperoleh pemahaman akan data penelitian dengan memakai suatu teori atau konsep sebagai analogi yang berfungsi membantu pemahaman (misal konsep “jarum hipodermik”, “medan magnit”, “panggung pertunjukan”, dsb). Contoh penelitian, misalnya mempermasalahkan bagaimana audiens perempuan memaknai sinetron Cinta Fitri. Teorinya dinamai “tinjauan teoritis”, bukan “kerangka teoritis”, dan berisi pokok-pokok bahasan, misal:
(1) Televisi sebagai industri,
(2) sinetron sebagai program hiburan di televisi,
(3) program hiburan dan budaya massa,
(4) audiens dan budaya menonton,
(5) perempuan, cinta dan opera sabun di televisi.
credit: DosenQhu~~~Pak Farid^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar